siapa tak sedih melihat anak darah dagingnya sendiri, anak yg dilahirkannya, anak yg menemani orangtua selama hidupnya, terlihat menderita, sakit terbakar. bagi orangtuanya, pasti sedih, namun tidak bagi kaum muslim, bagi kaum yg tertindas, kaum muslim yg anak2nya luluh lantak tebakar oleh musuh2 islam yg melancarkan serangan mematikan di atas2 rumah tempat mereka berlindung.
tapi anehnya, dengan kesadaran sang pilot, yg jelas telah divonis murtad oleh islam, masih saja dibela2 oleh orang2 yg hatinya dibuat gentar oleh Allah Rabb semesta Alam. klaim syahid atas pilot murtad itu pun berterbangan.
bila melihat video di atas secara lengkap, jelaslah apa saja kejahatan2nya selama ini. dan itu harus dibalas setimpal, seperti yg dia lakukan.
bagi ulama2 suu, ulama2 penguasa, ulama2 abdollar, ulama suudiyah, dalam banyak tulisan dan ceramah mereka, mereka menutup kebenaran syariat qishos tsb, mereka menolak syariat
وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ
“Dan jika kamu membalas, maka balaslah
dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu.
Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi
orang yang sabar.” (An Nahl: 126), dg perkataan2 ulama2 yg segaris dg mereka.
mereka menutup kebenaran, seperti yg ditulis Syaikh Abu Mu’adz Al Maqdisiy As Salafiy dalam inqad al ghariq fi itsbat masyru'iyyah at tahriq, bahwa Ath-Thabariy berkata setelah menuturkan perkataaan para ulama di dalam
ayat ini: “Pendapat yang benar di dalam hal itu adalah dikatakan:
Sesungguhnya Allah Ta’ala Dzikruh telah memerintahkan orang mu’min yang
disiksa dengan suatu siksaan agar membalas orang yang menyiksanya dengan
balasan yang serupa, bila ia memilih untuk memberikan hukuman, dan
Allah mengabarkan kepadanya bahwa sabar untuk tidak memberikan hukuman
atas apa yang pernah dilakukannya adalah lebih baik, dan Dia
menganjurkan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam agar
bersabar, dan yang demikian itu adalah dhahir makna ayat. Sedangkan
pentakwilan-pentakwilan yang telah kami sebutkan dari orang-orang yang
menyebutkannya adalah memiliki kemungkinan pada ayat itu. Dan bila
masalahnya seperti itu dan di dalam ayat itu tidak ada dilalah yang
menunjukkan kepada salah satunya baik secara khabar (dalil naqli) maupun
akal, maka wajib atas kita adalah memutuskan dengan yang ada di dalam
manthuq (dhahir yang ditegaskan) ayat itu yang tidak butuh dilalah
terhadapnya; dan wajib dikatakan: Ia adalah ayat muhkamah yang di
dalamnya Allah Ta’ala Dzikruhu memerintahkan hamba-hamba-Nya agar tidak
melampaui apa yang yang menjadi hak mereka terhadap orang lain baik itu
berupa harta maupun jiwa, yaitu tidak melampaui hak yang telah Allah
jadikan bagi mereka, dan bahwa ayat ini tidak di-mansukh, karena tidak
ada dilalah yang menunjukkan terhadap penasakhan-nya, dan bahwa pendapat
yang mengatakan bahwa ia itu muhkamah adalah memiliki penafsiran yang
shahih lagi bisa dipahami.” Selesai.